Sabtu, 08 Juni 2013

SISTEM HUKUM INDONESIA

PENGERTIAN PERBUATAN
Perbuatan ternyta yang dimaksudkan bukan hanya yang terbentuk positif, artinya melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu yang dilarang, dan terbentuk negatif ,artinya tidak terbuat sesuatu yang diharuskan.
Mengandung sifat aktif , yaitu tiap gerak otot yang dikehendaki dan dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan akibat.
DELIK DOLUS DAN DELIK CULPA
a.       Delik dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan itu mungkin dengan kata-kata yang tegas . .dengan sengaja , tetapi mungkin juga dengan kata-kata yang lain yang senada , seperti . . diketahuinya ,sebagainya.
b.      Delik Culpa didalam rumusannya memuat unsur kealpaan dengan kata . . karena kealpaannya ,mislanya pada pasal 359,360,195. Di dalam beberapa terjemahan kadang-kadang dipakai istilah . . . karena kesalahanya.
DELIK COMMISSIONIS DAN DELIK OMISSIONIS
a.       Delik commissions barangkali tidak teralalu sulit dipahami,misalnya berbuat mengambil , menganiaya, menembak, mengancam,dll
b.      Delik omissionis dapat kita jumpai pada pasal 522 (tidak datang mengahadap kepengadilan sebagai saksi) , pasal 164 (tidak melaporkan adanya pemufakatan jahat).
JENIS DELIK LAIN
a.       Delik berturut-turut (voortgezet delict) : tindakan pidana yang dilakukan berturut-turut .
b.      Delik yang berlangsung terus menerus
c.       Delik berkualifikasi (gequalificeerd) : tindakan pidana dengan pemberatan.
d.      Delik dengan privilage (gepriviligeerd delict) ,yaitu delik dengan peringatan.
e.      Delik politik , yaitu tindakan pidana yang berkaitan dengan negara sebagai keseluruhan , seperti keselamatan negara.
f.        Delik propria yaitu , tindakan pidana yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kualitas tertentu, seperti hakim,ibu,pegawai negri,ayah,majikan. Disebut didalam pasal KUHP.
SIFAT MELAWAN HUKUM
Tanpa unsur ini , rumusan undang-undang akan menjadi terlampau luas. Selain itu , sifat dapat dicela kadang-kadang dimasukkan dalam rumusan delik , yaitu dalam rumusan delik culpa.
Hal ini dikaitkan pada asas legalitas yang tersirat pada pasal 1 (1) KUHP. Dalam bahasa belanda melawan hukum itu adalah wederrechtelijk. ( weder = bertentangan dengan ,melawan : recht = hukum).
Ada ketentuan didalam hukum acara :
1.       Tindak pidana yang dituduhkan atau didakwahkan itu harus dibuktikan
2.       Tindak pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur yang terdapat didalam rumusannya;
Dikatakan bahwa jika semua unsur melawan hukum itu dengan tegas terdapat dalam rumusan delik,maka unsur itu juga harus di buktikan , sedangkan jika dengan tegas dicantumkan maka tidak perlu dibuktikan.
PAHAM –PAHAM SIFAT MELAWAN HUKUM
Berdasarkan paham-paham sifat melawan hukum , doktrin membedadakan perbuatan melawan hukum atas :
1.       Perbuatan melawan hukum hukan formil , yaitu suatu perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Jadi sandaranya adalah hukum tertulis.
2.       Perbuatan melawan hukum materiil , terdapat mungkin suatu perbuatan melawan hukum walaupun belum diatur dalam undang-undang. Sandaranya adalah asa umum yang terdapat di lapangan hukum.
Kaidah hukum ditarik dari putusan adalah sebagai berikut : suatu tindakan dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum,misalnya tiga faktor :
1.       Negara tidak dirugikan ;
2.       Kepentingan umum dilayani ; dan
3.       Terdakwa tidak mendapat untuk menuntut.

PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUHP
                Secara pembuat konsep KUHP baru 1998 menegaskan dianutnya pandangan sifat melawan hukum materiial yang terdapat dalam pasal 17 ;
Perbuatan yang dituduhkan haruslah merupakan perbuatana yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh suatu peraturan perundang-undangan dan perbuatan tersebut juga bertentangan dengan hukum.
Penegasan ini juga dilanjutkan dala pasal 18 ,yaitu :
Setiap tindak pidana selalu bertentanggan dengan pengaturan perundang-undangan atau bertentangan dengan hukum , kecuali terdapat alasan pembenar atau alasan pemaaf .
TENTANG KESALAHAN / SCHULD
Sifat melawan hukum , unsur kekalahan yang dalam bahasa benlanda “ schuld”.oleh karena itu kesalahan merupakan unsur yang bersifat subjektif dari tindak pidana, maka kesalahan juga memiliki dua segi , yaitu segi psikologis dan nesi yuridis.
Dari segi psikologis kelasahan harus dicari didalam batin pelaku, yaitu adanyan hubungan batin dengan perbuatan yang dilakukan,sehingga ia dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
PENGRTIAN KESALAHAN
Metzger:
Keslahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap pelaku hukum pidana.
Simons :
                Terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan , yang sedemikian rupa hingga oranga itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. Ini dapat disimpulkam adanya dua hal disamping melakukan tindak pidana :
1.       Keadaan psikis tertentu;
2.       Hubungan tertentu antara keadaan psikis dengan perbuatan yang dilakuka hingga menimbulkan celaan.
VAN HAMEL :
                Kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis , berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggung jawaban dalam hukum.
UNSUR –UNSUR KESALAHAN
Dapat disimpulakn bahwa kesalahan memiliki beberapa unsur :
1.       Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pelaku, dalam arti jiwa si pelaku dalam keadaan sehat dan normal;
2.       Adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya, baik yang disengaja (dolus) maupun karena kealpaa(culpa).
3.       Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan.
Seperti kita ketahui bahwa pasal 10 KUHP membuat jenis-jenis pidana , yaitu pidana pokok , yaitu :
-          Pidana mati
-          Pidana penjara
-          Pidana kurungan
-          Pidana denda
-          Pidana tutupan (berdasarkan UU No. 20 Tahun 1945) dan Pidana Tambahan
-          Pencabutan hak-hak tertentu
-          Perampasan barang-barang tertentu
-          Pengumumuman putusan hakim
KESENGAJAAN
Dengan kesengajaan adalah “willens en watens” yang artinya adalah “menghendaki dan menginsyafi atau mengetahui”.
Unsur kesengajaan dan kealpaan ini hanya berlaku untuk kejahatan dan tidak untuk pelanggaran . kehendak itu dapat ditunjukan kepada :
1.       Perbuatan yang dilarang
2.       Akibatnya yang dilarang
3.       Keadaan yang merupakan unsur tindak pidana.
RUMUSAN KESENGAJAAN
Dalam bahasa belanda istilah kesengajaan atau “opzet” . Tidak semua dengan tegas dipakai “opzettelijk” , tetapi terdaoat berbagai cara merumuskan , antara lain :
·         Opzettelijk = dengan sengaja
·         Wetende dat = sedangkan ia mengetahui
·         Waarvan hij weet = yang diketahuinya
·         Van wie hij weet = yang diketahuinya
·         Kennis dragende van = yang diketahuinya
·         Met het oogmerk = dengan maksud
·         Waarvan hij bekend is = yang diketahuinya
·         Waarvan hij kent = yang diketahuinya
·         Tegen beter weten in = bertentangan dengan yang diketahui
·         Met het kennelijk doel = dengan tujuan yang diketahui
MACAM-MACAM DOLUS / KESENGAJAAN
Ilmu hukum mengenal bebrapa jenis kesengajaan , yaitu :
1.       Dolus premeditasi : dolus yang direncanakan, sehingga dirumuskan “dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte raad)” perlu ada waktu untuk memikirkan dengan tenang ; pembuktiannya disimpulkan dari keadaan yang objektif.
2.       Delus determinatus dan delus inderminatus : yang pertama adalah kesengajaan dengan tujuan yang pasti, misalnya menghendaki matinya orang tertentu, sedang yang kedua kesengajaan yang tanpa tujuan tertentu atau tujuan acak (random). Misalnya menembakkan senjata kearah sekelempok orang , memasukkan racun kedalam reservoir air minum.
3.       Dolus alternativus : kesenjangaan menghendaki sesuatu tertentu atau yang lainnya (alternatifnya) juga akibat yang lain.
4.       Dolus indirectus : kesejangaan melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat yang tidak diketahui oleh pelakunya; misalnya didalam perkelahian seseorang memukul lawannya tanpa maksud untuk membunuh,tetapi kebetulan ada mobil lewat dan orang itu dilindasnya.
5.       Dolus directus : kesejangaan yang ditunjukkan bukan hanya kepada perbuatannya saja, melainkan juga pada akibatnya.
6.       Dolus generalis : kesenjangan dimana pelaku menghendaki akibat tertentu, dan untuk itu ia telah melakukan beberapa tindakan misalnya, untuk melakukan pembunuhan. Mula-mula lawannya dicekik,kemudian dilemparkan ke sungai, karena mengira lawannya telah mati.
CULPA ATAU KEALPAAN
Bentuk kesalahan kedua adalah kealpaan. Keterangan resmi pembentuk KUHP mengenai persoalan mengapa culpa  juga diancam dengan pidana,walaupun lebih ringan adalah bahwa berbeda dengan kesenjangan atau dolus yang sifatnya “ menentang laranagan justru dengan melakukan perbuatan yang dilarang”.Kealpaan si pelaku “ tidak begitu mengindahkan adanya larangan”.
Simons mempersyaratkan dua hal untuk culpa :
v  Tidak adanya kehati-hatian (het gemis van voorzichtigheid)
v  Kurangnya perhatian terhadap akibat yang mungkin (het gemis van de voorzienbaarheid van het gevolog)
Van Hamel menyebut pula dua hal :
v  Tidak adanya penduga-duga yang diperlukan (het gemis van de nodige voorzienigheid)
v  Tidak adanya kehati-hatian yang diperlukan (het gemis van nodige voorzichtigheid)
JENIS –JENIS HUKUMAN
Menurut pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana :
1.       Pidana pokok :
o   Pidana mati
o   Pidana penjara
o   Kurungan
o   Denda
2.       Pidana tambahan :
o   Pencabutan hak-hak tertentu
o   Perampasan barang-barang tertentu
o   Pengumuman putusan hakim
PIDANA MATI
Penentangan yang paling keras pada pidana mati adalah C.Beccaria , ia menghendaki supaya didalam penerapan pidana lebih memerhatikan perikemanusiaan. Belia meragukan apakah negara mempunyai hak untuk menjatuhkan pidana mati , keraguannya ini didasarkan pada ajaran “kontrak sosial”.
Beberapa alasan yang menentang hukuman mati :
v  Sekali pidana mati dijatuhkan dan dilaksanakan ,maka tidak ada jalan lagi untuk memperbaiki apabila ternyta didalam keputusannya hukum tersebut mengandung kekeliruan.
v  Pidana mati itu bertentangan dengan perikemanusiaan
v  Dengan menjatuhkan pidana mati  akan tertutup usaha untuk memperbaiki terpidana.
v  Apabila pidana mati itu dipandang sebagai usaha untuk menakut-nakuti calon penjahat , maka pandangan tersebut adalah keliru karena pidana mati biasanya dilakukan tidak didepan umum.
v  Penjatuhan pidana mati biasanya mengandung belas kasihan masyarakat yang dengan demikian mengundang protes-protes pelaksanaannya.
v  Pada umumnya kepala negara lebih cenderung untuk mengubah pidana mati dengan pidana terbatas amupun pidana seumur hidup.
Alasan mempertahankan adanya hukuman mati :
1.       Dipandang dari sudut yuridis dengan menghilangkan pidana mati , maka hilanglah alat yang penting untuk penerapan yang lebih baik dari hukuman pidana
2.       Mengenai kekeliruan hakim ,itu memang dapat terjadi bagaimanapun baiknya undang-undangan itu dirumuskan . kekeliruan itu dapat dibatasi dengan pertahapan dalam upaya-upaya hukum dan pelaksanaannya.
3.       Mengenai perbaikan dari terpidana , sudah barang tentu dimaksudkan supaya yang bersangkutan kembali ke masyarakat dengan baik apakah jika dipidana seumur hidup yang dijatuhkan itu kembali lagi dalam kehidupan masyarakat.
PIDANA PENJARA
1.       Pensylvanian system : terpidana dimasukkan kedalam sel-sel sendiri , ia tidak boleh menerima tamu baik dari luar maupun sesama narapidana , ia tidak boleh bekerja diluar sel. Maka disebut juga cellulaire system.
2.       Auburn system : pada waktu malam ia dimasukkan dalam sel secara sendiri-sendiri , pada waktu siangnya diwajibkan bekerja dengan narapidana lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara diantara mereka , bisa disebut dengan silent system.
3.       Progressive system : cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini adalah bertahap , biasa disebbut dengan English/ Ire system.
PIDANA KURUNGAN DAN KURUNGAN PENGGANTI
Ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
*        Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole. Yang artinya mereka mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri / pasal 23 KUHP.
*        Para terpidana mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan , akan tetapi lebih ringan dibandingkan terpidana penjara/ pasal 19 KUHP.
*        Meskipun ancaman pidana kurungan adalah satu (1) tahun. Maksimum ini boleh sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana , karena perbarengan , atau karena ketentuan pasal 52 atau 52 a (Pasal 18 KUHP).
*        Apabila terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana masing-masing disitu tempat permasyarakatan, maka terpidana kurungan harus terpisah tempatnya . (pasal 28 KUHP).
*        Pidana kurungan biasanya dilaksanakan didalam daerahnya terpidananya sendiri/biasanya  tidak luar daerah yang bersangkutan.
PIDANA DENDA
Adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengambalikan keseimbangan hukum atau menebus dosanya dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Minimum pidana denda adalah Rp 0,25 (dua puluh lima sen) x 15 ,meskipun tidak ditentukan secara umum melainkan dalam pasal-pasal tindak pidana yang bersangkutan dalam buku I  dan buku II KUHP.
ALASAN PEMBENAR ATAU RECHTSVAARDIGINGSGROND
Alasan pembenar  ini kita jumpai :
1.       Perbuatan yang merupakan pembelaan darurat (Pasal 49 ayat 1 KUHP).
2.       Perbuatan untuk melaksanakan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP).
3.       Perbuatan melaksanakan perintah jabatan dari penguasa yang ssah (pasal 51 ayat 1 KUHP).
ALASAN PEMAAF ATAU SCHULDUITSLUITINGSGROND
Alasan ini dapat kita jumpai :
1.       Tidak dipertanggungjawabkan (ontoerekeningsvaatbaar)
2.       Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweerexcess).
3.       Daya paksa (overmacht).
PEMBELAAN DARURAT (NOODWER)
Pasal 49 KUHP adalah berbunyi sebagai berikut :
(1)    Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan karena ada serangan atau ancaman , serangan ketika itu yang melawan hukum , terhadap diri sendiri maupun orang lain terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri mau pun orang lain,tidak dipidana.
(2)    Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan itu tidak dipidana.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat kita ketahui,bahwa syarat pokok dari noodweer adalah dua buah ,yaitu :
1.       Harus ada serangan.
2.       Terhadap seranagn ini perlu dilakukan pembelaan diri.
Dengan dua syarat pokok tersebut , juga harus disebut syarat yang penting , yaitu :
v  Harus ada serangan
Tidak terhadap setiap serangan dapat dilakukan pembelaan diri, akan tetapi hnaya terhadap serangan yang memnuhi syarat-syarat :
ü  Seketika atau tiba-tiba
ü  Yang langsung mengancam
ü  Melawan hukum
ü  Sengaja ditunjukan pada badan , perikesopanan, dan harus benda
v  Akan tetapi ketentuan , bahwa serangan itu harus ada pembelaan diri , akan tetapi pembelaan diri itu harus memenuhi syarat :
ü  Pembelian harus ada perlu diadakan
ü  Pembelaan harus mengenai kepentingan-kepentingan yang disebutkan dalam undang-undang , yaitu serangan terhadapa badan,perikesopanan , harta bedan kepunyaan sendiri atau orang lain.

Percobaan dalam bahasa belanda “poging”, menurut doktrin adalah suatu kejahatan yang sudah dimulai,tetapi belum selesai atau belum sempurna. Sudah barang tertentu walaupun KUHP telah merumuskan berbagai jenis kejahatan dan mengancam dengan pidana untuk masing-masing , hukum pidana tidak mengambil resiko agar kejatan terjadi sepenuhnya, atau akibatnya KUHP juga mengancam perbuatan yang baru merupakan permulaan , agar dapat dicegah terjadinya korban. Pasal 54 KUHP yang berbunyi : percobaan untuk melakukan pelanggran tidak dipidana.
UNSUR-UNSUR PERCOBAAN
Pasal 53 mengandung tiga unsur :
1.       Adanya niat
2.       Adanya permulaan pelaksanaan
3.       Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata karena kehendak sendiri
·         NIAT
Teks bahasa belanda niat “voornemen” yang menurut doktrin adalah kehendak untuk melakukan kejahatan, atau lebih tepatnya “opzet” atau kesengajaan. Pasal 53 ayat 1 KUHP dalam arti luas yang terdiri dari :
a.       Opzet sebagai tujuan
b.      Opzet sebagai kesadaran akan tujuan
c.       Opzet sebagai kesadaran akan kemungkinan.
·         PERMULAAN PELAKSANAAN (BEGIN VAN UITVOERING)
Permulaan pelaksanaan berarti telah terjadinya perbuatan terntu dan ini mengarah kepada perbuatan yang disebutkan sebagai delik. Menafsirkan dengan tepat pengertian permulaan pelaksanaan
a.      Pertama permulaan pelaksanaan harus dibedakan dengan perbuatan persiapan atau voorbereidingshandeling.
b.      Kedua apakah permulaan pelaksanaan itu “ permulaan pelaksanaan dari kehendak “ ataulah “ permulaan pelaksanaan dari kejahatan.
DELIK PUTATIF DAN MANGEL AM TATBESTAND
1.       Delik putatif  merupakan kesalahanpahaman dari seseorang yang mengira bahwa perbuatan yang dilakukan itu adalah perbuatan terlarang,tetapi ternyata tidaka diatur didalam perundang-undangan pidana. Disini tidak dapat dipidananya orang tersebut karena memang tidak ada ketentuan pidana yang melarangnya.
2.       Mangel am tatbestand , kekurangan unsur jadi kekurangan unsur tindak pidana yang dilakukan , juga karena ada kesalahpahaman , bukan karena tidak adanya undang-undang , karena dalam keadaan tertentu ada salah satu unsurnya (yang disangka ada oleh pelaku) yang tidak terpenuhi.
TEORI POGING
1.       Teori poging subjektif , perbuatan pelaksanaan dan oleh karena itu telah dapat dipidana, apabila dalam diri pelaku telah menunjukkan sikap maupun tabiat yang menunjukkan kehendak yang kuat untuk melakukan tindak pidana.
2.       Teori poging objektif , suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan apabila perbuatan tersebut telah membahayakan kepentingan hukum.
Timbul persoalan lain KUHP menganut teori poging subjektif dan teori poging objektif
1.       Kalau dapat diperhatikan pasal 53 KUHP adanya kehendak , maka KUHP juga menganut teori poging objektif
2.       Bahwa poging adalah kejahatan yang belum selesai dan oleh karena itu ancamannya dikurangi 1/3 dari pidana pokok.
Didalam tindak pidana khusus misalnya 104 dan 110 KUHP,walaupun pada langkah persiapan perbuatan tersebut sudah dapat dipidana , akan tetapi kejahatan umum KUHP menganut teori objektif.
POGING YANG TIDAK MUNGKIN (ONDEUGDELIJK POGING)
apabila seseorang telah melakukan perbuatan yang dikehendaki untuk menyelesaikan kejahatan , akan tetapi kejahatan itu tidak dapat terselesaikan , ketidakselesainnya untuk melakukan kejahatan tersebut bukan disebabkan karena dihalang-halangi”
Ketidak mungkinan itu dapat dibagi  menurut sifatnya yaitu :
§  Mutlak tidak mampu
§  Relatif tidak mampu
Ketidak mungkinan penyebab dari tidak terselesainya suatu kejahatan yaitu :
·         Alatnya tidak mampu secara mutlak
·         Alatnya tidak mampu secara relatif
·         Sasarannya tidak mungkin secara mutlak
·         Sasarannya tidak mungkin secara relati
CONTOH-CONTOH DELIK FORMAL DAN MATERIIL
Delik formal :                                                                       
1.       Pasal 362 KUHP :  yang dilarang dalam perbuatan pencurian ini adalah perbuatannya mengambil barang milik orang lain.
2.       Pasal 242 KUHP : yang dilarang memberikan keterangan palsu dibawah sumpah.
Delik materiil :
1.       Pasal 338 KUHP :  yang dilarang dalam delik ini adalah menyebabkan matinya orang lain.
2.       Pasal 351 KUHP :  yang dilarang dalam delik ini adalah menimbulkan luka ata sakit orang lain
3.       Pasal 187 KUHP :  yang dilarang dalam delik ini adalah timbulnya kebakaran , peledak , banjir sedangkan perbuatanya menimbulkan akibat tersebut tidak menjadi soal.
PERBARENGAN TINDAK PIDANA (CONCURSUS-SAMENLOOP VAN STRAFBAARFEIT)
Mempunyai tiga bentuk , concurus diatur dalam titel VI KUHP sebagai berikut :
1.       Concursus idealis (Pasal 62 KUHP)
2.       Perbuatan berlanjut (delik berlanjut Pasal 64 KUHP)
3.       Concursus realis (Pasal 65 s/d 71 KUHP)


Concursus Idealis (pasal 63 KUHP)
Yaitu suatu perbuatan yang masuk kedalam lebih dari satu aturan pidana. Sistem pemberian ppidana yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbsi , yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat.
PERBUATAN BERLANJUT (Pasal 64 KUHP)
Terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran) , dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
Kriteria “ perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut “ adalah :
1.       Harus ada satu keputusan kehendak
2.       Masing-masing perbuatan harus sesjenis
3.       Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama.
CONCURSUS REALIS (Pasal 65-71 KUHP)
Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan)
Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam , yaitu :
1.       Kejahatan berupa ancaman dengan pidana pokok jenis , maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh melebihi dari maksimum terberat ditambah sepertiga.
2.       Kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis , maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga.
3.       Concursus realis berupa pelanggaran , maka menggunakan sistem kumulasi , yaitu jumlah semua pidana yang diancamkan. Namun jumlah semua pidana dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan.
4.       Concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan yaitu pasal 302 ayat (1) ( penganiayaan ringan terhadap hewan) , pasal 352 (penganiayaan ringan ), pasal 379 (penipuan ringan), dan pasal 482 (penadahan ringan) , sistem kumulasi dengan pembatasan maksimum pidana penjara 8 bulan.
5.       Concursus realis , baik kejahatan maupun pelanggaran , yang diadili pada saat yang berlainan, berlaku Pasal 71 “ Jika seseorang setelah dijatuhi pidana kemudian dinyatakan bersalah lagi, karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana , maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai perkara-perkara diadili pada saat yang sama”.
PENGULANGAN ( RESIDIVE)
Alasan hukum dari pengulangan sebagai dasar pemberatan hukum ini adalah bahwa seseorang yang telah dijatuhi hukuman dan pengulangan lagi melakukan kejahtaan, membuktikan bahwa ia telah memiliki tabiat buruk. Jahat karennya dianggap sangat membahayakan bagi keamanan dan ketertiban masyarakat.
Pengulanggan diatur dalam :
1.       Pasal 486
2.       Pasal 487
3.       Pasal 488
pengulangan menurut sifatnya :
1.       Residive umum
a.       Seorang telah melakukan kejahatan.
b.      Terhadap kejahatan mana telah dijatuhi hukuman yang telah dijalani.
c.       Kemudian ia mengulang kembali melakukan setiap jenis kejahatan.
d.      Maka pengulangan ini dapat dipergunakan sebagai dasar pemberatan hukuman.
2.       Residive khusus
a.       Seseorang melakukan kejahatan.
b.      Yang telah dijatuhi hukuman.
c.       Setelah menjalani hukuman ia mengulang lagi melakukan kejahatan.
d.      Kejahatan mana merupakan kejahatan sejenisnya.
PASAL 486 KUHP
a.       Kejahatan-kejahatan yang tersebut dalam pasal 486 secara terperinci menurut pasal-pasalnya terdiri atas perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk mencari keuntungan dengan tipu muslihat.
b.      Jangka waktu 5 tahun belum lampau sejak yang bersalah melakukan salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal ini.
c.       Hukuman yang telah dijatuhkan telah dijalani seluruhnya sejak hukuman itu dihapuskan, kejahatan itu hak atas pelaksanaan hukumnya belum kadaluarsa.
d.      Hukuman yang diancamkan terhadap kejahatan-kejahatan tersebut ditambah sepertiganya.
PASAL 487 DAN PASAL 488 JUGA MENGATUR MASALAH RESIDIVE
Berdasarkan penggolongan jenis-jenis kejahtan yang dapat digunakan sebagai dasar residive sebagai berikut :
a.       Pasal 486 : kejahatan yang dilakukan dengan perbuatan-perbuatan :
1.       Dengan maksud untuk mencari keuntungan yang tidak layak.
2.       Yang menggunakan tipu muslihat.
b.      Pasal 478 : kejahatan yang dilakukan dengan perbuatan –perbuatan :
1.       Terhadap badan atau jiwa seseorang
2.       Kekerasan terhadap seseorang.
c.       Pasal 488 : kejahatan yang dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang bersifat penghinaan.
Berdasarkan ketiga pasal mentepkan bahwa residive harus memenuhi syarat :
a.       Kejahatan yang pertama dilakukan harus sudah dijatuhi hukuman oleh pengadilan.
b.      Putusan yang mengandung hukuman tersebut harus mempunyai kekuatan akhir.
c.       Hukuman tersebut harus sudah dijalankan baik seluruhnya maupun sebagian , sejak hukuman tersebut dihapuskan.
d.      Jangka waktu antara saat kejahatan yang dilakukan dan saat hukuman yang dijatuhkan terhadap kejahatan pertama yang telah selesai dijalni , belum lampau lima tahun.
e.      Jenis hukuman harus merupakan hukuman penjara menurut ketentuan pasal 486 dan 487 sedangkan pasal 488 tidak menentukan jenis hukuman tertentu..
Pemidanaan terhadap residive adalah maksimum pidana dengan tambahan 1/3 dari pasal yang bersangkutan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas residive diatur dalam KUHP sebagai dasar pemberstan hukuman. Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa pengulangan tidak dapat diperlakukan terhadap setiap tindak pidana.
HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT DAN MELAKSANAKAN PIDANA
Kepastian hukum diperlukan agar suatu persoalan diselesaikan dengan tuntas hingga tidak terus-menerus tergantung, khususnya mengenai dapat dituntutnya seseorang karena telah disangka melakukan tindak pidana.
Sebagai contoh , bila seseorang telah melakukan suatu pelanggaran hukum beberapa tahun yang lalu dan kemudian setelah sekian tahun kejadian itu baru diketahui , apakah orang orang itu masih dapat dituntut dimuka pengadilan tanpa batas waktu? Jika demikian halnya , meskipun ada orang yang benar-benar bersalah melanggar hukum , maka kehidupan masyarakat mungkin tidak ada ketenangan dan keamanan maupun kepastian.
Hal itu diatur dalam Buku I Bab VIII dari pasal 76 sampai pasal 86. Sebelum KUPH diunndang-undnag pada tahun 1886 di Nederland dan tahun 1918 di Indonesia masalah tersebut termasuk di dalam hukum acara pidana..
Terdapat empat alasan tentang hapusnya hak menuntut, yaitu :
1.       Perkaranya telah diadili dan diputuskan dengan putusan yang menjadi tetap , dan ini berkaitan dengan yang disebut Nebis In Idem
2.        Meninggalnya terdakwa.
3.       Daluwarsa atau Verjaring.
4.       Penyelesaian diluar pengadilan yang hanya berlaku untuk pelanggaran dan yang telah berada diluar KUHP , yaitu abolisi dan amnesti.
Untuk hapusnya hak melaksanakan pidana terdapat dua alasan , yaitu :
1.       Meninggalnya terdakwa (pasal 83).
2.       Keedaluwarsa atau verjaring (pasal 84-85) dan yang berada diluar KUHP , yaitu grasi.
Kewenangan menuntut pidana dapat hapus dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1.       Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan.
Dalam Bab VII Pasal 72-75 diatur mengenai siapa saja yang berhak mengadu dan tenggang waktu pengaduan. Namun , ada pasal=pasal khusus mengenai delik aduan ini, yaitu pasal 284 (perzinahan) yang berhak mengadu adalah suami/istri , dan pasal 332 (melarikan wanita) yang berhak mengadu adalah : (1) jika belum cukup umur oleh wanita yang bersangkutan atau orang yang memberikan izin bila wanita itu kawin. (2) jika sudah cukup umur oleh wanita yang bersangkutan atau suaminya.
2.       Nebis in idem (telah dituntut untuk kedua kalinya) diatur dalam pasal 76 KUHP disyaratkan:
a.       Telah ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
b.      Orang terhadap siapa putusan itu dijatuhkan adalah sama.
c.       Perbuatan yang dituntutbadalah sama dengan yang pernah diputus terdahulu.
3.       Maatinya terdakwa (pasal 77)
4.       Kadaluwarsa
Pasal 78 mengatur tenggang waktu , yaitu :
a.       Untuk semua pelanggaran dan kejahatan percetakan sesudah 1 tahun.
b.      Untuk kejahatan yang diancam dengandenda , kurungan atau penjara maksimal 3 tahun ,kadaluwarsanya sesudah 6 tahun.
c.       Untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 tahun , kadaluwarsanya 12 tahun.
d.      Untuk kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup ,kadaluwarsanya sesudah 18 tahun.
Kedawaluwarsa ini berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan kecuali hal-hal tertentu , seperti ditangguhkan karena ada perselisihan dalam hukum perdata.
5.       Telah ada pembayaran denda maksimum , kepada pejabat tertentu untuk pelanggaran yang hanya diancam dengan denda saja (pasal 82).
6.       Ada abolisi atau amnesti.
Dengan pemberian amnesti , semua akibat hukum pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana dihapuskan. Sedangkan dengan pemberian abolisi, hanya dihapuskan penuntutan terhadap mereka . oleh karena itu , abolisi hanya dapat diajukan sebelum adanya putusan.
1.       ALASAN HAPUSNYA KEWENANGAN MENJALANKAN PIDANA
Kewenangan menjalankan pidana dapat hapus karena beberapa hal :
a.       Matinya terdakwa (pasal 83)
b.      Kadaluwarsa (pasal 84-85)
Tenggang waktu kadaluwarsanya adalah sebagai berikut :
a.       Semua pelanggaran kadaluwarsanya 2 tahun.
b.      Kejahatan percetakan kadaluwarsanya 5 tahun.
c.       Kejahatan lainnya kedaluwarsanya sama dengan kadaluwarsa penuntutan ditambah 1/3
d.      Pidana mati tidak ada kedaluwarsanya.
2. GRASI
Tidak menghilangkan putusan hakim yang bersangkutan , hanya mengahapus atau mengurangi atau meringankan pidana. Grasi berupa :
a.       Peringanan atau perubahan jenis pidana
b.      Pengurangan jumlah pidana
c.       Pengahapusan pelaksanaan pidana.
Grasi diatur dalam undang-undnag No 5 tahun 2010 tentang grasi. Grasi tidak menghilangkan putusan hakim yang bersangkutan , tetapi pelaksanaannya dihapuskan atau dikurangi. Oleh karena itu grasi berupa ; (a) tidak mengeksekusi seluruhnya, (b) hanya mengeksekusi sebagaian, (c) mengganti jenis pidana / komutasi.
PRENYERTAAN (DEELNEMING)
Pada setiap tindak pidana itu selalu terlihat lebih daripada seorang yang berarti terdapat orang-orang lain yang turut serta dalam pelaksanaan tindak pidana diluar diri sipelaku. Tiap-tiap peserta mengambil atau memberi sumbangannya dalam bentuk perbuatan kepada peserta lain sehingga tindak pidana tersebut terlaksana.
Dengan demekian , dapat dikatakan bahwa penyertaan dalam suatu tindak pidana terdapat apabila dalam suatu pidana atau tindak pidana tersangkut beberapa orang atau lebih dari seseorang. Hubungan antar peserta dalam menyelesaikan tindak pidana tersebut dapat bermacam-macam ,yaitu :
1.       Bersama-sama melakukan sesuatu kejahatan.
2.       Seseorang mempunyai kehendak dan merencanakan sesuatu kejahatan sedangkan ia mempergunakan orang lain untuk melaksanakan tindak pidana tersebut.
3.       Seseorang saja yang melaksanakan tindak pidana , sedangkan orang lain membantu melaksanakan tindak pidana tersebut.
Karena hubungan daripada tiap peserta terhadap tindak pidana tersebut dapat mempunyai berbagai bentuk , maka ajaran penyertaan ini pokok “Menentukan pertanggungjawaban daripada peserta terhadap tindak pidana yang telah dilakukan “.
Penyertaan dapat dibagi menurut sifatnya . masalah penyertaan atau deelneming dapat dibagi menurut sifatnya dalam :
1.       Bentuk penyertaan berdiri sendiri
Yang termasuk jenis ini adalah mereka yang melakukan dan yang turut serta melakukan tindak pidana. Pertanggungjawaban masing-masing peserta dinilai atau dihargai sendiri-sendiri atas segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan.
2.       Bentuk penyertaan yang tidak berdiri sendiri.
Yang termasuk dalam jenis ini adalah pembujuk , pebantu dan yang menyuruh untuk melakukan sesuatu tindak pidana. Pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantungkan pada perbuatan peserta lain.
Didalam KUHP terdapat dua bentuk  penyertaan , ialah yang disebut sebagai :
1.       Pembuat atau dader dalam pasal 55 KUHP
2.       Pembantu atau medeplichtigheid diatur dalam pasal 56 KUHP
Dalam pasal 55 KUHP menyebutkan empat golongan yang dapat dipidanakan :
1.       Pelaku atau pleger
2.       Menyuruh melakukan atau doenpleger
3.       Turut serta atau medepleger
4.       Pengajur atau uitlokker.
Pasal 56 KUHP menyebutkan siapa yang dipidana sebagai pembantu suatu kejahatan , yaitu ada dua golongan :
1.       Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahtan dilakukan
2.       Mereka yang memberi kesempatan saran atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
PENYERTAAN (DEELNEMING / COMPLICITY)
Penyertaan menurut KUHP diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Berdasarkan pasal-pasal tersebut penyertaan dibagi menjadi dua pembagian besar , yaitu :
1.       Pembuat/dader (pasal 55) yang terdiri dari :
a.       Pelaku (pleger)
b.      Yang menyuruhlakukan (doenpleger)
c.       Yang turut serta (medeplger)
d.      Pengajur (uitlokker)
2.       Pembantu/Medeplichtige (pasal 56) yang terdiri dari :
a.       Pembantu pada saat kejahatan dilakukan.
b.      Pembantu sebelum kejahtan dilakukan.
Pelaku (pleger)
Adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan dipandang paling bertanggungjawab atas kejahatan.
a.       Orang yang bertanggungjawab (Peradilan Indonesia)
b.      Orang yang mempunyai kekuasaan/kemampuan untuk mengakhiri keadaan yang terlarang . akan tetapi membiarkan keadaan yang dilarang berlangsung (Peradilan Belanda).
c.       Orang yang berkewajiaban mengakhiri keadaan terlarang (Pompe) ; pengertian pembuat menurut pakar :
1)      Tiap orang yang melakukan/menimbulkan akibat yang memenuhi urusan delik (MvT),pompe,hazewinkel suringa, van hattum , mulyono).
2)      Orang ynag melakukan sesuai dengan rumusan delik (pembuat materiil) mereka yang tersebut dalam pasal 55 KUHP hanya disamakan saja dengan pembuat (Hr,simons,van hamel,jonkers).
Kedudukan pleger dalam pasal 55 KUHP : janggal karena pelaku bertanggungjawab atas perbuatannya (pelaku tunggal) dapat dipahami :
1.       Pasal 55 menyebut siapa-siapa yang disebut sebagai pembuat , jadi pleger masuk didalamnya (Hazewinkel Suringa).
2.       Mereka yang bertanggungjawab adalah yang berkedudukan sebagai pembuat (pompe).
Orang yang menyuruhlakukan (Doenpleger)
Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain , sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian , ada dua pihak , yaitu pembuat langsung (Manus ministra/auctor physicus) dan pembuat tidak langsung (Manus domina/auctor intellectualis).
Unsur-unsur pada doenpleger adalah :
a.       Alat yang dipakai adalah manusia
b.      Alat yang dipakai berbuat
c.       Alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan hal-hal yang menyebabkan alat (pembuat materiil ) tidak dapat dipertanggungjawabkan ,adalah :
a.       Bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya (pasal 44)
b.      Bila ia berbuat karena daya paksa (pasal 48)
c.       Bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah (pasal 51 ayat (2)).
d.      Bila ia sesat / keliru mengenai salah satu unsur delik.
e.      Bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang disyaratkan untuk kejahatan yang bersangkutan.
Jika seorang anak kecil yang belum cukup umur , maka tetap mengacu pada Pasal 45 dan Pasal 47 Jo UU NOMOR 3 Tahun 1997 tentang peradilan anak.
ORANG YANG TURUT SERTA (Medepleger)
Medepleger adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya seuatu. Oleh karena itu , kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama.
Turut mengerjakan sesuatu yaitu :
a.       Mereka memnuhi semua rumusan delik
b.      Salah satu memenuhi semua rumusan delik
c.       Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik
Syarat adanya medeplger antara lain :
a.       Ada kerja sama secara sadar , kerjasama dialakukan secara sengaja untuk bekerja sama dan ditunjukkan kepada hal yang dilarang undang-undang.
b.      Ada pelaksanaan bersama secara fisik , yang menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan.
Kerja sama secara sadar
a.       Adanya pengertian antara peserta atas suatu perbuatan yang dilakukan
b.      Untuk bekerja sama
c.       Ditunjukkan kepada hal yang dilarang oleh undang-undang.
Kerjasama secara fisik : kerja sama yang erat dan langsung atas suatu perbuatan yang langsung menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan.

PENGANJURAN (UITLOKKER)
Adalah orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, yaitu memeberi atau menjanjikan sesuatu , menyalahkan gunakan kekuasaan atau martabat , kekerasan,ancaman,atau penyesetan, dengan memeberi kesempatan , sarana , atau keterangan (Pasal 55 ayat (1) angkat 2 KUHP).
Penganjuran (uitloken) mirip denagan menyuruhlakukan (doenplegen) , yaitu melalui perbuatan orang lain sebagai perantara.
Namun perbedaannya terletak pada :
a.       Pada penagjuran , menggerakkan dengan sarana-sarana tertentu (limitatif) yang tersebut dalam undang-undang (KUHP) , sedangkan menyuruhlakukan menggerakkannya denagn saran yang tidak ditentukan
b.      Pada penganjuran , pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan , sedang dalam menyuruhkan pembuat materil tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pergerakan menurut doktrin , antara lain :
a.       Penggerakan yang sampai taraf percobaan (uitlokking bijpoging)
b.      Penggerakan dimana perbuatan pelaku hanya sampai pada taraf percobaan saja.
c.       Penggerakan yang gagal (mislucke uitlokking)
d.      Pelaku tadinya bergerak untuk melakukan delik , namun kemudian mengurungkan niat tersebut.
e.       Penggerakan tanpa akibat ( zonder gevold gebleiben uitlokking).
f.        Pelaku sama sekali tidak bergerak untuk melakukan delik.
Syarat penganjuran yang dapat dipidana , antara lain :
a.       Ada kesengajaan menggerakkan orang lain
b.      Menggerakkan dengan sarana/upaya seperti tersebut limitatif dalam KUHP.
c.       Putusan kehendak pembuat materill ditimbulkan karena upaya-upaya tersebut.
d.      Pembuat materil melakukan/mencoba melakukan tindak pidana yang dianjurkan.
e.      Pembuat materil dapat dipertanggungjawabkan. Penganjuran yang gagal tetap dipidana berdasarkan pasal 163 KUHP.
PEMBANTUAN (MEDEPLICHTIGE)
Pasal 56 KUHP Pembnatuan ada dua jenis :
a.       Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Ini mirip dengan medeplegen (turut serta) , namun perbedaannya terletak pada :
ü  Pemabantuan perbuatannya hanya bersifat membantu /menunjang , sedang pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan;
ü  Pembantuan , pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa dsyaratkan harus kerja sama dan tidak bertujuan/berkepentingan sendiri,sedangkan dalam turut serta , orang yang terut serta sengaja melakukan tindak pidana , dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri;
ü  Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP) , sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana;
ü  Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi sepertiga , sedangkan turut serta dipidana sama.
b.      Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan , sarana atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran (uitlokking).
PERTANGGUNGJAWABAN PEMBANTU
                Yaitu dikurangi sepertiga dari ancaman maksimal pidana yang dilakukan (pasal 57 ayat (1)). Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup , pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun.
                Namun ada beberapa catatan pengecualian :
a.       Pembantu dipidana sama berat dengan pembuat , yaitu pada kasus tindak pidana :
1.       Membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 ayat (4)) dengan cara member tempat untuk perampasan kemerdekaan.
2.       Membantu menggelapkan uang/surat oleh pejabat (pasal 415);
3.       Meniadakan surat-surat penting (Pasal 417).
b.      Pembantu dipidana lebih berat daripada pembuat , yaitu tindak pidana :
1.       Membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 ayat (3));
2.       Dokter yang membantu menggurkan kandungan (pasal 349).
Pidana tambahan bagi pembantu adalah sama dengan pembuatnya (pasal 57 ayat (3)). Dan dipertanggungjawabkan pembantu adalah berdiri sendiri,tidak digantungkan pada pertanggungjawaban pembuat.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Template Design By:
SkinCorner